Sebelumnya, mohon maaf kakak-kakak mahasiswa senior karena telah lancang ikut-ikutan berceloteh soal kesenioran mahasiswa. Doakan saya dengan doa yang baik-baik.
Sebenarnya saya takut kuwalat ikut-ikutan urusan mahasiswa tingkat akhir seperti kakak-kakak senior saya, karena saya masih terlalu muda di dunia kemahasiswaan dan belum banyak tahu soal godaan mahasiswa tingkat akhir namun saya mengingkari perasaan takut kuwalat itu karena saya percaya kuwalat atau tidak kuwalat suatu saat saya akan menjalani hal serupa meskipun saya yakin tidak sama denga yang dialami kakak-kakak senior. Dan mulai dari sekarang sudah sedikit-sedikit terkena nasihat bijak dari beberapa orang dekat terkait kuliah, misalnya: "kuliah ojo sampek molor, ndang dirampungke", meskipun nasehat ini juga masih terlalu dini bagi mahasiswa seangkatan saya.
Bermula dari beberapa kali saya mengamati kakak-kakak mahasiswa yang sedang menempuh studi tingkat akhir di kampus tercinta, beberapa ada yang sangat "galau" karena tak kunjung mendapat judul skripsi yang tepat, beberapa santai-santai saja, beberapa "galau" dikejar tarjet menikah beberapa lagi takut kalau lulus mau jadi apa dan lain-lain. Hal-hal demikianlah yang memancing saya untuk ikut berpartipasi dengan celotehan saya disini.
Saya tertarik dengan apdetan status saudari Vivi, di keterangan akunnya Saudari Vivi adalah salah satu kader Organisasi persma di kampus. kurang lebih apdetan status tersebut berbunyi demikian: "Lulus gak harus tepat waktu, layaknya ibadah haji lakukan bia mampu". Ini layak di apresiasi. Terlebih di kolom komentar (prediksi saya) ada orang tua saudari Vivi menasehati anaknya yang mengunggah status tersebut. Sang ibu dengan bijak menasehati anaknya dan si anak membalasnya juga dengan kata-kata yang menarik, memperlihatkan hubungan Ibu dan anak yang elegan, dan ini juga fenomena langka di sosial media -setidaknya bagi saya- terkait dialog ibu dengan anak yang menjadi mahasiswa tingkat akhir yang sangat diharapakan kelulusannya.
Saya kira, status saudari Vivi ini tidaklah salah dan bisa jadi sangat tepat, bagi mahasiswa yang menjalani keadaan serupa dengan sudari Vivi, karena kelulusan memang tidak baik jika dipaksakan. Lulus terlalu dini tidak baik dan lulus terlalu lama juga tidak baik. Lulus terlalu dini akan menjadikan sarjana yang pragmatis jikapun jadi guru kebanyakan akan menjadi guru yang "saklek" (cenderung suka mendoktrin anak didik) dan tidak mencerdaskan karena ibarat buah, sarjana yang demikian adalah sarjana karbitan.
Tapi menjadi tidak tepat (bukan berarti salah) bagi orang tua saudari Vivi, dosen dan staff akademik yang berhubungan dengan kemahasiswaan dan administrasi mahasiswa. Bagi orang tua dengan molornya kelulusan akan menambah beban biaya semester, biaya bensin (transportasi), uang saku dan lain-lainnya yang berhubungan dengan kegelisahan orang tua terlebih yang urusannya dengan menikah terebih mahasiswa yang bersangkutan perempuan. Bagi staff kampus jika mahasiswa tidak segera lulus menjadi sebab "seretnya" proses akreditasi, ini juga merugikan pihak kampus.
Namun berbeda dengan salah satu dosen saya yang tidak mau disebutkan namanya, bahwa "kamu (mahasiswa)lulus cepat, lulus lambat, atau bahkan tidak lulus sama sekali adalah pilihan karena kalian (mahasiswa) sendiri yang lebih tahu mana yang lebih baik bagi kalian. Kelulusan dan gelar kesarjanaan tidak akan menjamin masa depan kalian (mahasiswa) karena setinggi apapun gelar jika kalian tidak "bergerak" maka gelar kalian hanya sebuah kertas yang ada dalam figura. Namun, meskipun kalian tidak lulus sama sekali jika kalian mau berusaha dengan baik maka hasilnya akan kalian peroleh dengan baik pula banyak contoh orang-orang yang tidak lulus secara akademis namun berhasil dengan prestasi gemilang dengan usahanya yang keras. Namun ingat.... tidak sedikit pula dari orang-orang yang tidak lulus secara akademis namun keadaannya tidak secemerlang mereka yang lulus. Namun, lagi-lagi kelulusan bukanlah jaminan kamu (mahasiswa) lihat mereka yang telah lulus kebanyakan jadi apa? Guru? PNS? tukang jual kasus? atau hanya orang biasa yang bekerja tanpa berhubungan dengan status kesarjanaannya?".
Bagi saya, masih kata dosen saya tadi, mengantarkan kalian untuk rajin membaca dan menulis makalah dengan baik sesuai kaidah ilmiah atau akan lebih baik lagi jika suatu saat kalian punya karya merupak sebuah kebahagiaan yang tak terkira bagi saya, meskipun suatu saat kalian tidak lulus. Dan meskipun kalian lulus namun tak punya karya yang layak diapresiasi maka kerja saya tidak ada gunanya, gaji saya akan menjadi gaji yang subhat, karena saya disini dipekerjakan untuk mendidik kalian bukan hanya mengajari kalian.
Bagi saya sendiri, saya mengikuti alur waktu dan takdir. Semoga saya, anda menjadi orang yang sesuai dengan harapan, harapan yang sesungguhnya.
Posting Komentar