BREAKING NEWS :
Loading...

Jangan-jangan Suro Badhok...



Beberapa waktu yang lalu terjadi ramai-ramai di depan Balai Desa Embuh. Sebagian penduduk Desa Embuh menganggap salah satu calon kepala dusun melecehkan kepercayaan masyarakat sekitar.

Dua orang pengangguran yang sedang menunggu datangya pekerjaan duduk sambil sok sibuk mebicarakan hal tersebut seakan-akan mengerti apa yang terjadi dibalik masalah tersebut.

"Jangan-jangan Suro Badok Yotro termasuk aktor intelektual dalam kasus ini..." kata Semprul tiba-tiba.
"Kamu tahu dari mana Prul...??" Sahut Kang Rembyung.
"Namanya juga jangan-jangan Kang" Jawab Semprul.

"Lho, bisa jadi lho Kang, dan bisa jadi pula bukan hanya Suro Badhok Yotro yang mantan lurah itu, Sang mantan ketua hansip juga bisa terkait Kang, jadi Mbah Kiyai yang menjadi ketua rame-rame itu hanya sebagai alat karena banyak umat yang manut ke beliau. Kamu tahu sendiri 'kan Kang, Mbah kiyai yang itu 'kan punya banyak umat yang panatik yang bisa dimanfaatkan, terlebih pesoalannya tentang keyakinan masyarakat yang demikian sensitip". "Ada lagi Kang, organisasi kepemudaan desa kita ada yang teriak-teriak untuk segera lengserkan ki Lurah dengan alasan ki lurah yang sekarang sudah tidak pantas, kenapa? Karena jika Ki Lurah lengser yang akan menjadi Lurah adalah wakil lurah. Kakang tahu 'kan, wakil lurah dulunya adalah anggota senior dari salah satu organisasi pemuda desa kita. Dan jika wakil lurah naik pangkat menjadi lurah, organisasi pemuda desa yang itu bisa leluasa". Kata Semprul sambil tetap menghisap rokok lintingannya.

"Kamu jangan asal bicara Prul, kata-katamu bisa menjadi opini publik yang harus kamu pertanggungjawabkan lho...Kamu gak sadar apa, kalau kekuatan kata-kata bisa menimbulkan perang besar dan akibatnya bisa menimbulkan kehancuran yang tak terduga?". Kata Kang Rembyung.

"Lha...emangnya saya siapa kok kata-kata saya bisa jadi opini publik Kang?"

"Bisa saja terjadi, misalnya apa yang kamu katakan ke aku ini lalu kamu katakan ke orang lain yang mungkin wartawan, bagaimana coba?"

"Saya tidak akan mengatakan kesiapa-siapa Kang, hanya ke kamu saja saya katakan ini. Lagian sekarang kebanyakan wartawan susah mendengarkan wong cilik, wartawan sekarang lebih suka meliput hal-hal yang bombastis, mengusik dan bikin rame. Jikapun wartawan meliput wong cilik hanya saat kecelakaan yang korbannya sampai berdarah-darah atau masalah wong cilik yang bisa dijadikan alat untuk membuat gelisah pemerintah yang menguntungkan juragan mereka, diluar itu waratawan tidak akan menyentuh wong cilik Kang".

"Walah wong mulutmu kok lama-lama ke mana-mana"

"Sudahlah Prul tidak usah ngurus itu lagi, sudah tidak usah dipikir. Masih banyak hal yang harus kita kerjakan untuk memenuhi kodrat kita sebagai orang kecil. Dan, gak usah ikut rame-rame mereka yang ikut rame-rame sudah tidak butuh ndaut matun lagi." Jawab Kang Rembyung lelah mendengarkan ocehan Semprul yang mulai kemana-mana.

"Banyak hal yang akan kita kerjakan Kang? kita pengangguran lho... kok banyak yang akan kita kerjakan". Jawab Semprul jengkel.
"Ya...salah satunya menunggu pekerjaan datang Prul...". Jawab Kang Rembyung simpel.

Mereka nglinting lagi....

**||**

Posting Komentar