Kejahatan berbasis kebencian (hate crime) selalu berawal dari ujaran kebencian (hate speech). Genosida di Rwanda dan pembantaian Nazi terhadap masyarakat Yahudi merupakan sejarah kelam yang membuktikan, kebencian kolektif dapat berujung pada pemberangusan kelompok berdasarkan suku, etnis, agama, maupun ideologi politik.
Kandidat doktor penologi di Universitas Pau and Pays de l'Adour Perancis Gloria Truly Esterlita menuturkan, teori kausalitas tersebut pernah terwujud di Indonesia.
Gloria menyebut, konflik Dayak-Madura di Sampit, kerusuhan yang menyasar etnis Tionghoa pada 1998, dan pembantaian terhadap anggota atau tertuduh anggota Partai Komunis Indonesia tahun 1965 sebagai contoh.
Belakangan, kata Gloria, ujaran kebencian kembali menjurus pada kejahatan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura dan Ahmadiyah di Cikeusik, Bogor.
"Kelompok mayoritas menyebut mereka sesat. Pernyataan itu kemudian bertransformasi, dari hate speech menjadi kejahatan berbasis kebencian," ujar Gloria saat berbicara di Festival Film Keberagaman, Minggu (13/11).
Gloria menuturkan, menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017, ujaran kebencian kembali muncul. Pernyataan itu terlontar dari beberapa pedemo yang berunjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, 4 November lalu.
Pengunjuk rasa itu, kata Gloria, awalnya mendorong pemerintah mempercepat proses hukum atas dugaan penodaan agama yang dituduhkan kepada calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Namun istilah kafir dan bukan pribumi muncul pada demonstrasi tersebut.
"Pernyataan itu mengacu pada fakta tentang Ahok yang non-muslim dan keturunan Tionghoa. Itu bisa dikategorikan pernyataan bermuatan kebencian yang mendorong kejahatan berbasis kebencian," tutunya.
Tahun 2015, Kepala Polri mengeluarkan surat edaran bernomor SE/06/X/2015 tentang penanganan ujaran kebencian. Surat itu diteken Jenderal Badrodin Haiti.
Pada surat edaran tersebut, Kepala Polri menyatakan, ujaran kebencian bisa mendorong kebencian kolektif, pengucilan, diskriminasi, dan pada tingkat yang paling mengerikan menyebabkan pembantaian etnis.
Menurut kepolisian, ujaran kebencian disebar melalui media sosial, ceramah keagamaan, spanduk, media massa, atau penyampaian pendapat di muka umum.
"Merujuk Surat Edaran Kapolri, ujaran kebencian dikategorikan sebagai tindak pidana," kata Gloria.
Terjadinya hate crime, menurut Gloria, akan menyebabkan trauma berkepanjangan dan ketakutan yang berlebihan bagi para korban. Depresi dan dendam adalah dua perasaan lain yang akan menjangkiti kelompok korban itu.
MAP (26), merasakan yang disebut Gloria. Jumat malam dua pekan lalu, pemuda beretnis Tionghoa itu berada di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Tak seperti Pantai Indah Kapuk dan Penjaringan, Kemang tidak terdampak unjuk rasa anti-Ahok.
Akan tetapi, ponsel MAP terus berdering. Di ujung telepon, ayahnya mendesak MAP segera pulang ke rumah mereka yang terletak di Bumi Serpong Damai, Tangerang.
"Orangtua saya masih trauma. Dulu mereka merasakan kerusuhan 1998, sedangkan saya tidak. Secara personal, saya tidak begitu khawatir," ujarnya.
Malam itu, keresahan atas potensi konflik sosial di Jakarta menghampiri sebagian kelompok masyarakat. Pemuda beretnis Tionghoa lainnya, PR (26), bahkan memutuskan untuk tidak keluar dari rumah selama unjuk rasa anti-Ahok berlangsung.
Direktur Riset Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas UIN Syarif Hidayatullah Ismatu Ropi mengatakan, pendidikan berperan vital untuk memutus rantai ujaran kebencian.
Menurut Ismatu, pendidikan yang memberi kesempatan seseorang untuk menggali pengalaman sebagai anggota kelompok agama atau etnis lain akan menumbuhkan jiwa pluralisme.
Sayangnya, Ismatu berkata, pelajaran yang diterapkan di setiap tingkat pendidikan di Indonesia bersifat eksklusif. Setiap siswa hanya mempelajari agama yang dianutnya.
"Pelajaran seperti itu terlalu normatif. Pendekatan itu justru membuat segregasi," tuturnya.
Lebih dari itu, Ismatu mendorong pemerintah untuk berperan sebagai mediator dan bukan menjadi bagian dari satu kelompok tertentu. "Negara harus menjadi wasit yang baik dan sehat," ucapnya. (wis/rdk)
Baca Sumber:
Posting Komentar